Keduanya Satu
CERPEN
Oleh:
Fr. Johannes Louis
Pernahkah
kalian membayangkan hidup di dua dimensi berbeda, hidup dengan dua keluarga
berbeda, dan hidup tanpa arah yang jelas. Singkatnya itu hal yang mustahil
terjadi bagi setiap orang. Tapi, apa jadinya kalau itu terjadi. Mungkin tidak
mustahil bagiku. Aku Alita sekaligus Aleta. Aku dua orang berbeda dengan satu
kepribadian yang hidup di dua dimensi.
Dimensi Bumi
Aku
Alita, seorang anak perempuan yang memiliki sifat penakut. Satu hal yang paling
kutakuti adalah bertemu orang asing. Sejak kecil aku hanya mengenal keluarga
dan seorang pembantu di rumahku. Aku tidak memiliki teman. Teman bagiku seperti
kertas yang mudah terbakar, dan pembakarnya adalah aku.
Suasana
suram, dingin, dan lembab selalu menemani hari-hariku di kamar. Aku jarang
keluar kamar, tapi orang tuaku tidak mempermasalahkannya. Mereka sibuk dengan
pekerjaan masaing-masing. Aku punya kakak laki-laki. Setahuku dia sudah memulai
hidup baru di Surga. Tapi aku tidak peduli. Aku lebih suka sendiri.
Kadang
tiupan angin menerpa sehelai kain gorden yang menutup jendelaku, memaksaku untuk
menggerakkan ragaku yang lemah untuk bangun dari ranjang. Pintu kamar selalu kukunci
menghindari orang tak diundang masuk kamar. Tidak ada satupun yang kuperkenan
masuk dalam kamar bahkan meski itu orang tuaku. Aku sendiri, tapi aku senang.
Tidak
tau apa yang merasuki diriku, waktu itu tiba untuk kali pertamanya aku melangkahi
lantai di luar kamarku dengan kaki yang membawa ragaku untuk mengelilingi
lingkungan rumah. Tiba-tiba secercah cahaya muncul ditemani bayangan seseorang.
Aku gemetar lebih parahnya lagi kakiku seperti dipaku ke lantai. Aku tidak bisa
melangkahkan kakiku. Bayangan itu besar, sebesar dua kali lipat dari tubuh
manusia. Sontak aku berteriak.
“Arrrghh… Berhenti!”
Teriakku dengan keras sembari menutup mata.
“Nona Alita? Kamu keluar
dari kamar?” kata bayangan itu dengan suara terkejut.
“Diam! Jangan
mendekatiku.” Tiba-tiba sekujur badanku bercucuran setitik air dingin, rasa
takut itu lagi-lagi menyerang setiap kali aku merasa berjumpa dengan orang asing.
“Nona, jangan takut ini
saya bibi Mary.” Kata bibi dengan nada lembut sambil menenangkanku.
“Benar itu bibi?” Tanya
Alita dengan rasa takut masih menggerogoti dirinya.
“Nona, mohon tenang. Ini
bibi kok. Kenapa nona keluar kamar?
“Bi, aku ingin keluar
rumah sebentar.”
“ahh… serius nona? Bibi
temani ya.” Kata bibi dengan penuh kegirangan
“gak usah bi, aku sendiri
aja”
Dimensi Centaur
“Dor.dor.dor….”
suara letupan senjata api menggelegar di berbagai jalanan. Saat itu, dunia
sedang dalam kekacauan. Negara-negara saling menyerang satu sama lain,
perekonomian hancur lebur, sistem politik penuh dengan nepotisme, tiap sepuluh
ribu jiwa per hari melayang tanpa alasan dan sebab yang jelas.
Hidup
seseorang menjadi sederajat dengan hewan. Tubuh yang terbujur kaku
bergelimpangan di jalan-jalan. Tapi, tidak ada yang peduli. Yang kuat
mendominasi si lemah. Tidak ada kata hidup untuk si lemah.
Aku
Aleta, sejak kecil tergolong sebagai orang lemah. Orang tua tidak kukenal. Aku
sendiri, seorang yatim piatu. Satu-satunya orang yang kukenal hanya Jack, seorang pria bertubuh jangkung dan berusia paruh baya.
Jack
orang yang berjasa bagi kelangsungan hidupku terutama di dunia yang kacau ini.
Dia memungutku dijalanan tanpa peduli latar belakangku. Sejak dipungutnya, aku belajar
menjadi orang kuat, bukan menjadi si lemah lagi. Perlahan-lahan aku menjadi sepertinya yang
berprofesi sebagai hunter, suatu profesi yang menjadi pembunuh bayaran,
perampok, dan hal jahat lainnya. Tapi, tidak masalah bagiku selama targetku
adalah orang-orang yang menindas yang lemah.
Perampokan
menjadi jenis pekerjaan untuk misi utamaku sebagia seorang hunter. Aku sendiri
yang melakukannya. Kata Jack aku harus hidup mandiri mulai sekarang. Target
pertamaku adalah seorang pejabat daerah Covn’n. Sebuah daerah Makmur, tapi
menyimpan banyak misteri yang tidak diketahui orang biasa. Pejabat itu terlihat
baik kata orang-orang yang mengenalnya. Aku yakin itu kulit luarnya. Aku
menyelidikinya hampir sebulan ternyata ia merupakan bagian grup kriminal kelas
kakap, Devil Curly. Organisasi yang memiliki azas tidak ada keadilan bagi si
lemah. Grup yang kubenci sejak dulu.
“Ini tidak ada habisnya
Jack. Mau sampai kapan dunia ini kacau?”
“Mau bagaimana lagi
Aleta. Hanya yang kuat dapat terus melanjutkan hidup. Kita harus bertahan
sampai saat itu tiba.”
“Sudah banyak orang yang
mati Jack. Tidak bisakah pejabat-pejabat kotor itu membuka mata. Kalau tidak,
aku akan tidak segan lagi untuk membunuh mereka bahkan keluarga mereka.”
“Diam! Tidak seharusnya
kamu berpikir seperti itu. kita hanya mengincar target yang terbukti bersalah
tidak untuk lainnya.”
“Baik Jack.”
Dunia di dimensi Centaurus semakin lama semakin rapuh.
Bukan karena bencana alam, tapi bencana yang diakibatkan manusia. Keserakahan,
ketamakan, penipuan, perzinahan, menjadi nilai-nilai utama yang dihidupi. Tidak
ada lagi keadilan, yang ada hanya kehancuran.
***
Aku Alita sekaligus Aleta
tidak ada yang pernah tau dan mau tau bagaimana dan siapakah aku sebenarnya.
Aku punya kemampuan yang tidak dimiliki orang lain. Aku mampu hidup di dua
dimensi tanpa mengganggu kekasatan ruang dan waktu. Semenjak melangkahkan kaki
keluar rumah dan menyelesaikan misi pertama sebagai perampok, hidupku mulai
berjalan di jalan yang sebenarnya.
Bagaimana mungkin? Ya aku sendiri tidak mengerti.
Pikiranku seolah-olah terhubung antara yang satu dengan yang lainnya. Namun,
aku memiliki ketakutan terbesarku yakni lenyap. Kemampuanku pasti melawan hukum
Surga. Itu yang membuatku cemas. Sekali lagi aku cemas.
Dimensi Bumi
Jalan di depan rumahku sangat sepi. Untuk pertama kalinya
aku keluar rumah semenjak hati itu. Hari di mana aku muak untuk menjalin relasi
dengan orang lain. Ternyata berada di luar rumah membuatku canggung dan takut
kalau-kalau bertemu orang asing.
Waktu itu menjelang malam hari. Tampaknya matahari enggan
muncul saat aku di luar. Waktu pergantian terang dan gelap terasa begitu cepat.
Angin sepoi bahkan meniup hingga mendorong perlahan-lahan. aku terheran-heran
bagaimana alam menyambut kedatanganku dengan penuh keengganan bagaiman jika itu
manusia?
Tidak sampai berhenti di situ saja, tiba-tiba
segerombolan anak kecil dengan sepeda mereka yang mungil, perlahan-lahan
mendekati tempatku berdiri. Aku takut jangan-jangan mereka mau menganiaya aku.
Sontak aku berlari dengan kencang tanpa tau kemana arahku berlari. Langkah
kakiku yang cepat itu ternyata membawaku pergi jauh dari rumah. Aku semakin
cemas karena mungkin akan berpapasan dengan orang asing. Bagaimana jika aku
diculik atau dianiaya orang? Pikirian ini sedikit demi sedikit merasuki
pikiranku.
Tanpa kusadari seorang lelaki tua dengan pakaian compang-camping menghampiriku.
“Adik manis apa kamu punya
uang, saya butuh untuk beli makan? Tanya lelaki tua itu padaku dengan penuh
harapan.
“Aku punya pak, ini ambil
saja.” Kataku sembari memberi uang yang kuambil dari saku celanaku.
“Terima kasih adik manis,
kalau gitu saya berikan kamu sebuah kalung.”
“Tidak usah pak, saya
ikhlas.”
“Tenang saja kalung ini
adalah kalung yang pastinya kamu inginkan.” Kata lelaki tua itu, lalu
meninggalkanku sendirian
“Kalung yang pasti
kuinginkan? Apa maksudnya aku terlihat butuh kalung sekarang juga kah.”
“Pak..?” Aku bingung
ternyata lelaki tua itu tidak ada di sekitarku seperti hilang semudah terhembus
angin.
Dimensi Centaurus
“Jack….. tolong aku, ada
keanehan dalam misiku. Sepertinya aku dijebak.”
“……al….eta….!??”
Terdengar suara jack dari sambungan nirkabel seperti terengah-engah.
“Jack apa kau baik-baik
saja?
“Aleta… hiduplah terus
jangan menye..rah..”
“Dor…dor…dor”
“Jackk………….!!!”
Tidak mungkin Jack pergikan? Tapi aku mendengar suara
tembakan saat sedang berbicara dengannya. Aku berharap tidak ada hal buruk yang
terjadi padanya.”
Misi pertamaku hancur, ternyata target yang kutunggu
hanyalah jebakan untuk memancingku keluar. Beberapa orang dengan senjata laras
panjang menembakiku sembari berlari. Dengan sekuat tenaga aku kabur dari
kejaran mereka. Aku memasuki gang sempit menuju kegelapan pekat untuk
bersembunyi. Kutemukan tong sampah dari besi dan aku masuk ke dalam tempat
sampah itu. aku mendengar jejak Langkah kaki mereka. Tak kuduga mereka menembak
secara membabi buta. Beruntung tempatku bersembunyi terbuat dari besi yang
kuat. Aku selamat, tapi aku takut.
Aku merasa betapa berat hidup di dua dimensi berbeda.
Semua perasaan dan pikiran dari dua tubuh berbeda tercampur aduk ke dalam satu jiwa.
Aku takut tak lama lagi aku akan lenyap. Jika saat itu tiba, aku belum siap
karena masih banyak yang harus kulakukan. Aku baru melangkahkan kakiku keluar
rumah dan aku baru saja selamat dari bahaya maut. Sekali lagi aku takut.
NB : Chapter 1
0 komentar:
Posting Komentar