Selasa, 14 September 2021

Keduanya Satu

CERPEN

Oleh:

   Fr. Johannes Louis 

Pernahkah kalian membayangkan hidup di dua dimensi berbeda, hidup dengan dua keluarga berbeda, dan hidup tanpa arah yang jelas. Singkatnya itu hal yang mustahil terjadi bagi setiap orang. Tapi, apa jadinya kalau itu terjadi. Mungkin tidak mustahil bagiku. Aku Alita sekaligus Aleta. Aku dua orang berbeda dengan satu kepribadian yang hidup di dua dimensi.

Dimensi Bumi

Aku Alita, seorang anak perempuan yang memiliki sifat penakut. Satu hal yang paling kutakuti adalah bertemu orang asing. Sejak kecil aku hanya mengenal keluarga dan seorang pembantu di rumahku. Aku tidak memiliki teman. Teman bagiku seperti kertas yang mudah terbakar, dan pembakarnya adalah aku.

Suasana suram, dingin, dan lembab selalu menemani hari-hariku di kamar. Aku jarang keluar kamar, tapi orang tuaku tidak mempermasalahkannya. Mereka sibuk dengan pekerjaan masaing-masing. Aku punya kakak laki-laki. Setahuku dia sudah memulai hidup baru di Surga. Tapi aku tidak peduli. Aku lebih suka sendiri.

Kadang tiupan angin menerpa sehelai kain gorden yang menutup jendelaku, memaksaku untuk menggerakkan ragaku yang lemah untuk bangun dari ranjang. Pintu kamar selalu kukunci menghindari orang tak diundang masuk kamar. Tidak ada satupun yang kuperkenan masuk dalam kamar bahkan meski itu orang tuaku. Aku sendiri, tapi aku senang.

Tidak tau apa yang merasuki diriku, waktu itu tiba untuk kali pertamanya aku melangkahi lantai di luar kamarku dengan kaki yang membawa ragaku untuk mengelilingi lingkungan rumah. Tiba-tiba secercah cahaya muncul ditemani bayangan seseorang. Aku gemetar lebih parahnya lagi kakiku seperti dipaku ke lantai. Aku tidak bisa melangkahkan kakiku. Bayangan itu besar, sebesar dua kali lipat dari tubuh manusia. Sontak aku berteriak.

“Arrrghh… Berhenti!” Teriakku dengan keras sembari menutup mata.

“Nona Alita? Kamu keluar dari kamar?” kata bayangan itu dengan suara terkejut.

“Diam! Jangan mendekatiku.” Tiba-tiba sekujur badanku bercucuran setitik air dingin, rasa takut itu lagi-lagi menyerang setiap kali aku merasa berjumpa dengan orang asing.

“Nona, jangan takut ini saya bibi Mary.” Kata bibi dengan nada lembut sambil menenangkanku.

“Benar itu bibi?” Tanya Alita dengan rasa takut masih menggerogoti dirinya.

“Nona, mohon tenang. Ini bibi kok. Kenapa nona keluar kamar? 

“Bi, aku ingin keluar rumah sebentar.”

“ahh… serius nona? Bibi temani ya.” Kata bibi dengan penuh kegirangan

“gak usah bi, aku sendiri aja”

Dimensi Centaur

“Dor.dor.dor….” suara letupan senjata api menggelegar di berbagai jalanan. Saat itu, dunia sedang dalam kekacauan. Negara-negara saling menyerang satu sama lain, perekonomian hancur lebur, sistem politik penuh dengan nepotisme, tiap sepuluh ribu jiwa per hari melayang tanpa alasan dan sebab yang jelas.

Hidup seseorang menjadi sederajat dengan hewan. Tubuh yang terbujur kaku bergelimpangan di jalan-jalan. Tapi, tidak ada yang peduli. Yang kuat mendominasi si lemah. Tidak ada kata hidup untuk si lemah.

Aku Aleta, sejak kecil tergolong sebagai orang lemah. Orang tua tidak kukenal. Aku sendiri, seorang yatim piatu. Satu-satunya orang yang kukenal hanya Jack, seorang pria bertubuh jangkung dan berusia paruh baya.

Jack orang yang berjasa bagi kelangsungan hidupku terutama di dunia yang kacau ini. Dia memungutku dijalanan tanpa peduli latar belakangku. Sejak dipungutnya, aku belajar menjadi orang kuat, bukan menjadi si lemah lagi.  Perlahan-lahan aku menjadi sepertinya yang berprofesi sebagai hunter, suatu profesi yang menjadi pembunuh bayaran, perampok, dan hal jahat lainnya. Tapi, tidak masalah bagiku selama targetku adalah orang-orang yang menindas yang lemah.

Perampokan menjadi jenis pekerjaan untuk misi utamaku sebagia seorang hunter. Aku sendiri yang melakukannya. Kata Jack aku harus hidup mandiri mulai sekarang. Target pertamaku adalah seorang pejabat daerah Covn’n. Sebuah daerah Makmur, tapi menyimpan banyak misteri yang tidak diketahui orang biasa. Pejabat itu terlihat baik kata orang-orang yang mengenalnya. Aku yakin itu kulit luarnya. Aku menyelidikinya hampir sebulan ternyata ia merupakan bagian grup kriminal kelas kakap, Devil Curly. Organisasi yang memiliki azas tidak ada keadilan bagi si lemah. Grup yang kubenci sejak dulu.

“Ini tidak ada habisnya Jack. Mau sampai kapan dunia ini kacau?”

“Mau bagaimana lagi Aleta. Hanya yang kuat dapat terus melanjutkan hidup. Kita harus bertahan sampai saat itu tiba.”

“Sudah banyak orang yang mati Jack. Tidak bisakah pejabat-pejabat kotor itu membuka mata. Kalau tidak, aku akan tidak segan lagi untuk membunuh mereka bahkan keluarga mereka.”

“Diam! Tidak seharusnya kamu berpikir seperti itu. kita hanya mengincar target yang terbukti bersalah tidak untuk lainnya.”

“Baik Jack.”

        Dunia di dimensi Centaurus semakin lama semakin rapuh. Bukan karena bencana alam, tapi bencana yang diakibatkan manusia. Keserakahan, ketamakan, penipuan, perzinahan, menjadi nilai-nilai utama yang dihidupi. Tidak ada lagi keadilan, yang ada hanya kehancuran.

***

        Aku Alita sekaligus Aleta tidak ada yang pernah tau dan mau tau bagaimana dan siapakah aku sebenarnya. Aku punya kemampuan yang tidak dimiliki orang lain. Aku mampu hidup di dua dimensi tanpa mengganggu kekasatan ruang dan waktu. Semenjak melangkahkan kaki keluar rumah dan menyelesaikan misi pertama sebagai perampok, hidupku mulai berjalan di jalan yang sebenarnya.

        Bagaimana mungkin? Ya aku sendiri tidak mengerti. Pikiranku seolah-olah terhubung antara yang satu dengan yang lainnya. Namun, aku memiliki ketakutan terbesarku yakni lenyap. Kemampuanku pasti melawan hukum Surga. Itu yang membuatku cemas. Sekali lagi aku cemas.

Dimensi Bumi

        Jalan di depan rumahku sangat sepi. Untuk pertama kalinya aku keluar rumah semenjak hati itu. Hari di mana aku muak untuk menjalin relasi dengan orang lain. Ternyata berada di luar rumah membuatku canggung dan takut kalau-kalau bertemu orang asing.

        Waktu itu menjelang malam hari. Tampaknya matahari enggan muncul saat aku di luar. Waktu pergantian terang dan gelap terasa begitu cepat. Angin sepoi bahkan meniup hingga mendorong perlahan-lahan. aku terheran-heran bagaimana alam menyambut kedatanganku dengan penuh keengganan bagaiman jika itu manusia?

        Tidak sampai berhenti di situ saja, tiba-tiba segerombolan anak kecil dengan sepeda mereka yang mungil, perlahan-lahan mendekati tempatku berdiri. Aku takut jangan-jangan mereka mau menganiaya aku. Sontak aku berlari dengan kencang tanpa tau kemana arahku berlari. Langkah kakiku yang cepat itu ternyata membawaku pergi jauh dari rumah. Aku semakin cemas karena mungkin akan berpapasan dengan orang asing. Bagaimana jika aku diculik atau dianiaya orang? Pikirian ini sedikit demi sedikit merasuki pikiranku. 

        Tanpa kusadari seorang lelaki tua dengan pakaian compang-camping menghampiriku.

“Adik manis apa kamu punya uang, saya butuh untuk beli makan? Tanya lelaki tua itu padaku dengan penuh harapan.

“Aku punya pak, ini ambil saja.” Kataku sembari memberi uang yang kuambil dari saku celanaku.

“Terima kasih adik manis, kalau gitu saya berikan kamu sebuah kalung.”

“Tidak usah pak, saya ikhlas.”

“Tenang saja kalung ini adalah kalung yang pastinya kamu inginkan.” Kata lelaki tua itu, lalu meninggalkanku sendirian

“Kalung yang pasti kuinginkan? Apa maksudnya aku terlihat butuh kalung sekarang juga kah.”

“Pak..?” Aku bingung ternyata lelaki tua itu tidak ada di sekitarku seperti hilang semudah terhembus angin.

Dimensi Centaurus

“Jack….. tolong aku, ada keanehan dalam misiku. Sepertinya aku dijebak.”

“……al….eta….!??” Terdengar suara jack dari sambungan nirkabel seperti terengah-engah.

“Jack apa kau baik-baik saja?

“Aleta… hiduplah terus jangan menye..rah..”

“Dor…dor…dor”

“Jackk………….!!!”

        Tidak mungkin Jack pergikan? Tapi aku mendengar suara tembakan saat sedang berbicara dengannya. Aku berharap tidak ada hal buruk yang terjadi padanya.”

        Misi pertamaku hancur, ternyata target yang kutunggu hanyalah jebakan untuk memancingku keluar. Beberapa orang dengan senjata laras panjang menembakiku sembari berlari. Dengan sekuat tenaga aku kabur dari kejaran mereka. Aku memasuki gang sempit menuju kegelapan pekat untuk bersembunyi. Kutemukan tong sampah dari besi dan aku masuk ke dalam tempat sampah itu. aku mendengar jejak Langkah kaki mereka. Tak kuduga mereka menembak secara membabi buta. Beruntung tempatku bersembunyi terbuat dari besi yang kuat. Aku selamat, tapi aku takut. 

        Aku merasa betapa berat hidup di dua dimensi berbeda. Semua perasaan dan pikiran dari dua tubuh berbeda tercampur aduk ke dalam satu jiwa. Aku takut tak lama lagi aku akan lenyap. Jika saat itu tiba, aku belum siap karena masih banyak yang harus kulakukan. Aku baru melangkahkan kakiku keluar rumah dan aku baru saja selamat dari bahaya maut. Sekali lagi aku takut.

NB : Chapter 1




Kami siap membangun dunia literasi bercita rasa Kristiani dalam semangat Aggiornamento di tengah generasi milenial

0 komentar:

Posting Komentar

Kirim Tulisan

What's App:

+62817-0318-8444 (Kalam)

Alamat:

Jl. Sigura-gura Barat, No. 2 Karang Besuki (Seminari Tinggi Interdiosesan Giovanni XXIII),
Malang, Jawa Timur

Email :

narasigiovanni@gmail.com

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog