Kehampaan
CERPEN
Oleh:
Fr. Meriyadi Tanggok
Di pagi yang cerah
menyajikan panorama langit berwarna biru muda bersambut hembusan angin yang
mulai menggetarkan jiwa. Nuansa pagi ini sangat jernih sama seperti kemarin.
Senyum dan canda tawa terukir jelas di pagi ini. Suasana yang ramai kicauan merdu
burung-burung, teman-teman berjalan riang untuk segera berangkat ke sekolah
dengan penuh sukcaita dan Radka pun segera bersiap mengikuti langkah-langkah
yang telah mendahuluinya.
Hari-hari yang Radka
jalani penuh kebahagiaan serta keceriaan serasa hidup ini begitu sempurna,
namun seketika kebahagiaan dan keceriaan ini pupus. Kini Radka hanya
mendapatkan kesedihan yang amat mendalam. Ia tidak bisa merasakan lagi indahnya
kehidupan yang pernah ia jalani dulu. Di usia yang masih tergolong muda, Radka
harus mengalami pahitnya kehidupan, di mana kedua orang tuanya harus
meninggalkannya begitu cepat untuk selama-lamanya, dikarenakan kecelakaan maut
yang menyebabkan kedua orang tuanya tewas di tempat, ketika hendak pulang ke
rumah. Hampir setiap hari Radka menangis karena merindukan orang tuanya. Radka
hanya bisa berpasrah untuk menerima semua yang ia alami. Sebelum ia
ditinggalkan orang tuanya, setiap harinya ia menjalani kisah hidup yang penuh
dengan canda tawa, namun kini semua telah berubah.
Suatu hari, Radka pindah
ke desa di mana ia akan diasuh oleh neneknya. Saat itu, Radka masih mengalami duka
semenjak ditinggalkan oleh orang tuanya. Ia juga harus menjalani kehidupan baru
sebagai murid di sekolah barunya. Ketika Radka ingin pergi ke sekolah, ia
selalu mencium kedua tangan orang tuanya, tetapi sekarang Radka tidak dapat
merasakan itu lagi, karena kasih sayang yang telah hilang dan pupus seiring
kepergian kedua orang tuanya. Radka menangis dan kecewa terhadap apa yang ia
alami. Setiap hari Radka harus berjalan kurang lebih 2 Km jauhnya perjalanan
menuju sekolah. Dengan keadaan ekonomi yang dialami oleh neneknya mengharuskan
ia berjalan kaki. Berbeda dengan anak lainnya yang selalu diantar kedua
orangtuanya.
Di saat Radka ingin pergi
ke sekolah, ia selalu memeluk neneknya. Ia membayangkan bahwa yang ia peluk
adalah orang tuanya. Ia hanya bisa menahan tangis dan meredam perasaan sedih
dengan raut wajah yang merah. Sebelum ia pergi, ia berkata kepada neneknya,
“Nek, aku berangkat dulu ke sekolah! Semoga nenek sehat-sehat saja ya di
rumah!” Radka mengucapkan dengan hati tulus dan ia langsung meninggalkan sang
nenek. Nenek adalah sosok yang amat berarti bagi hidupnya sekarang, karena
hanya neneklah yang ia punya.
Lonceng masuk pun
berbunyi, Radka segera memasuki kelasnya. Namun ketika kegiatan belajar
mengajar, Radka hanya melamun dan tidak focus dalam mengikuti pelajaran
tersebut pada hari itu. Tanpa ia sadari sang guru menegurnya dan bertanya, “Apa
yang sedang kau pikirkan Radka?” guru bertanya dengan serius sampai ia tidak
menyadarinya, dan salah satu teman yang duduk disebelahnya menyenggol dengan
sikunya, “Tidak apa-apa, Bu” jawab Radka sontak. Bukan tanpa alasan Radka
melakukan itu, sebab Radka masih belum bisa mengikhlaskan orang tuanya pergi
dengan cepat meninggalkannya. “Apa yang salah dengan semua ini? Gerutu Radka.
Lagi-lagi alam semesta tidak berpihak padanya, sosok nenek yang sungguh
menyayanginya selama ini, kini harus meninggalkannya pula. Radka tidak bisa
menerima kembali kepedihan ini. Ia merasa bahwa Tuhan tidak mencintai dirinya,
setelah kepergian kedua orang tuanya, kini ia harus kehilangan neneknya.
Hari kian berlalu, kini Radka beranjak dewasa dan
memahami arti kehidupan yang ia jalani. Ia tahu hal-hal yang dulunya
menyenangkan, bahkan hal itu menjadi sesuatu yang selalu ia sebut dalam doa.
Entah mengapa sekarang tidak semenarik lagi yang ia lakukan itu dan seolah
semua terasa kering dan biasa-biasa saja. Radka baru menyadari bahwa ia Lelah,
mungkin hidupnya jauh lebih berat, alih-alih hidup sebagai insan, ia merasa
kesepian yang ia lakukan hanyalah rutinitas semata setiap hari.
“Lelah juga yaa…” keluhnya. Sambil menyandarkan
kepalanya di dinding kamar, “Pak, Ibu, ini aku putra kalian Radka, rasanya
sudah lama ya…Bapak dan Ibu meninggalkan aku! Aku baik-baik saja di sini,
jangan khawatirkan aku. Jadi aku harap kalian baik-baik saja di surga. Pak,
Ibu, aku ingin curhat kepada kalian tentang hari ini. Banyak hal yang telah
kulalui, aku percaya Bapak dan Ibu pasti mendengarkan suaraku. Umurku sekarang
sudah 25 tahun. Tapi entah mengapa di umur ini, aku belum bisa bertanggungjawab
atas hidupku bahkan masa depanku. Kenapa Bapak dan Ibu tidak pernah cerita,
kalau aku tumbuh dewasa akan mengalami kepahitan hidup yang sulit ini. Pak, Bu
dikehidupan selanjutnya aku berharap semoga kita terlahir kembali!” gumamnya.
Semakin dewasa Radka, semakin dituntut untuk
menyelesaikan masalah sendiri dan sabar serta terlihat baik-baik saja. Sehancur
apapun keadaannya, Radka berusaha keras untuk menjalani hidup sebaik-baiknya
dan Radka tidak pernah tahu untuk hidup bahagia terkadang ia perlu mengakui
bahwa ia tidak sedang baik-baik saja. Ia hanya perlu menerima bahwa tidak semua
yang ia inginkan bisa ia dapatkan. Ada kalanya ia belajar untuk ikhlas dan
mengerti bahwa hidup memang tak selalu sejalan dengan apa yang ia mau. Ia perlu
merasakan apa itu jatuh agar mengerti bagaimana caranya untuk bangkit. Radka
perlu merasakan apa itu gagal, agar menghargai setiap proses perjuangan, karena
berusaha menjadi lebih kuat dari apa yang ia sedang rasakan hanya akan membuat
hati lebih Lelah. Jika hari-hari yang dilalu Radka terasa lebih berat, ia lebih
memilih untuk menangis. Ia merasa menjadi manusia gagal juga bagian dari
manusia. Radka selalu berdoa kepada Tuhannya agar hatinya selalu dikuatkan.
Radka menyadari bahwa ia lelah, dia yang hatinya penuh
dengan trauma ditinggalkan oleh orang yang ia cinta lebih memilih memendamnya
sendiri. Radka juga yang terlalu lelah untuk menahannya dan ia memilih untuk
menangis. Ia mengadu pada Tuhannya, ia tumpahkan segala keluh kesahnya lalu ia
berdoa “Ya Tuhan…dosaku amatlah besar kepada-Mu, tetapi amalku tak sebanding
dengan dosa yang aku perbuat, aku malu karena hanya datang di saat aku sedang
mengalami masalah. Tapi bukan kepada Engkau, kemana lagi aku akan mengadu.
Maka, kumohon ampuni aku Tuhan, peluklah aku dengan kehangatan-Mu, jadikan aku
manusia yang sabar dan ikhlas atas segala ketentuan. Kuatkan hatiku karena
hanya kepada-Mu lah tempat yang sempurna di mana aku dapat berharap.
0 komentar:
Posting Komentar