Minggu, 19 September 2021

Kehampaan

CERPEN

Oleh: 
Fr. Meriyadi Tanggok
Di pagi yang cerah menyajikan panorama langit berwarna biru muda bersambut hembusan angin yang mulai menggetarkan jiwa. Nuansa pagi ini sangat jernih sama seperti kemarin. Senyum dan canda tawa terukir jelas di pagi ini. Suasana yang ramai kicauan merdu burung-burung, teman-teman berjalan riang untuk segera berangkat ke sekolah dengan penuh sukcaita dan Radka pun segera bersiap mengikuti langkah-langkah yang telah mendahuluinya.

Hari-hari yang Radka jalani penuh kebahagiaan serta keceriaan serasa hidup ini begitu sempurna, namun seketika kebahagiaan dan keceriaan ini pupus. Kini Radka hanya mendapatkan kesedihan yang amat mendalam. Ia tidak bisa merasakan lagi indahnya kehidupan yang pernah ia jalani dulu. Di usia yang masih tergolong muda, Radka harus mengalami pahitnya kehidupan, di mana kedua orang tuanya harus meninggalkannya begitu cepat untuk selama-lamanya, dikarenakan kecelakaan maut yang menyebabkan kedua orang tuanya tewas di tempat, ketika hendak pulang ke rumah. Hampir setiap hari Radka menangis karena merindukan orang tuanya. Radka hanya bisa berpasrah untuk menerima semua yang ia alami. Sebelum ia ditinggalkan orang tuanya, setiap harinya ia menjalani kisah hidup yang penuh dengan canda tawa, namun kini semua telah berubah.

Suatu hari, Radka pindah ke desa di mana ia akan diasuh oleh neneknya. Saat itu, Radka masih mengalami duka semenjak ditinggalkan oleh orang tuanya. Ia juga harus menjalani kehidupan baru sebagai murid di sekolah barunya. Ketika Radka ingin pergi ke sekolah, ia selalu mencium kedua tangan orang tuanya, tetapi sekarang Radka tidak dapat merasakan itu lagi, karena kasih sayang yang telah hilang dan pupus seiring kepergian kedua orang tuanya. Radka menangis dan kecewa terhadap apa yang ia alami. Setiap hari Radka harus berjalan kurang lebih 2 Km jauhnya perjalanan menuju sekolah. Dengan keadaan ekonomi yang dialami oleh neneknya mengharuskan ia berjalan kaki. Berbeda dengan anak lainnya yang selalu diantar kedua orangtuanya.

Di saat Radka ingin pergi ke sekolah, ia selalu memeluk neneknya. Ia membayangkan bahwa yang ia peluk adalah orang tuanya. Ia hanya bisa menahan tangis dan meredam perasaan sedih dengan raut wajah yang merah. Sebelum ia pergi, ia berkata kepada neneknya, “Nek, aku berangkat dulu ke sekolah! Semoga nenek sehat-sehat saja ya di rumah!” Radka mengucapkan dengan hati tulus dan ia langsung meninggalkan sang nenek. Nenek adalah sosok yang amat berarti bagi hidupnya sekarang, karena hanya neneklah yang ia punya.

Lonceng masuk pun berbunyi, Radka segera memasuki kelasnya. Namun ketika kegiatan belajar mengajar, Radka hanya melamun dan tidak focus dalam mengikuti pelajaran tersebut pada hari itu. Tanpa ia sadari sang guru menegurnya dan bertanya, “Apa yang sedang kau pikirkan Radka?” guru bertanya dengan serius sampai ia tidak menyadarinya, dan salah satu teman yang duduk disebelahnya menyenggol dengan sikunya, “Tidak apa-apa, Bu” jawab Radka sontak. Bukan tanpa alasan Radka melakukan itu, sebab Radka masih belum bisa mengikhlaskan orang tuanya pergi dengan cepat meninggalkannya. “Apa yang salah dengan semua ini? Gerutu Radka. Lagi-lagi alam semesta tidak berpihak padanya, sosok nenek yang sungguh menyayanginya selama ini, kini harus meninggalkannya pula. Radka tidak bisa menerima kembali kepedihan ini. Ia merasa bahwa Tuhan tidak mencintai dirinya, setelah kepergian kedua orang tuanya, kini ia harus kehilangan neneknya.

Hari kian berlalu, kini Radka beranjak dewasa dan memahami arti kehidupan yang ia jalani. Ia tahu hal-hal yang dulunya menyenangkan, bahkan hal itu menjadi sesuatu yang selalu ia sebut dalam doa. Entah mengapa sekarang tidak semenarik lagi yang ia lakukan itu dan seolah semua terasa kering dan biasa-biasa saja. Radka baru menyadari bahwa ia Lelah, mungkin hidupnya jauh lebih berat, alih-alih hidup sebagai insan, ia merasa kesepian yang ia lakukan hanyalah rutinitas semata setiap hari.

“Lelah juga yaa…” keluhnya. Sambil menyandarkan kepalanya di dinding kamar, “Pak, Ibu, ini aku putra kalian Radka, rasanya sudah lama ya…Bapak dan Ibu meninggalkan aku! Aku baik-baik saja di sini, jangan khawatirkan aku. Jadi aku harap kalian baik-baik saja di surga. Pak, Ibu, aku ingin curhat kepada kalian tentang hari ini. Banyak hal yang telah kulalui, aku percaya Bapak dan Ibu pasti mendengarkan suaraku. Umurku sekarang sudah 25 tahun. Tapi entah mengapa di umur ini, aku belum bisa bertanggungjawab atas hidupku bahkan masa depanku. Kenapa Bapak dan Ibu tidak pernah cerita, kalau aku tumbuh dewasa akan mengalami kepahitan hidup yang sulit ini. Pak, Bu dikehidupan selanjutnya aku berharap semoga kita terlahir kembali!” gumamnya.

Semakin dewasa Radka, semakin dituntut untuk menyelesaikan masalah sendiri dan sabar serta terlihat baik-baik saja. Sehancur apapun keadaannya, Radka berusaha keras untuk menjalani hidup sebaik-baiknya dan Radka tidak pernah tahu untuk hidup bahagia terkadang ia perlu mengakui bahwa ia tidak sedang baik-baik saja. Ia hanya perlu menerima bahwa tidak semua yang ia inginkan bisa ia dapatkan. Ada kalanya ia belajar untuk ikhlas dan mengerti bahwa hidup memang tak selalu sejalan dengan apa yang ia mau. Ia perlu merasakan apa itu jatuh agar mengerti bagaimana caranya untuk bangkit. Radka perlu merasakan apa itu gagal, agar menghargai setiap proses perjuangan, karena berusaha menjadi lebih kuat dari apa yang ia sedang rasakan hanya akan membuat hati lebih Lelah. Jika hari-hari yang dilalu Radka terasa lebih berat, ia lebih memilih untuk menangis. Ia merasa menjadi manusia gagal juga bagian dari manusia. Radka selalu berdoa kepada Tuhannya agar hatinya selalu dikuatkan.

Radka menyadari bahwa ia lelah, dia yang hatinya penuh dengan trauma ditinggalkan oleh orang yang ia cinta lebih memilih memendamnya sendiri. Radka juga yang terlalu lelah untuk menahannya dan ia memilih untuk menangis. Ia mengadu pada Tuhannya, ia tumpahkan segala keluh kesahnya lalu ia berdoa “Ya Tuhan…dosaku amatlah besar kepada-Mu, tetapi amalku tak sebanding dengan dosa yang aku perbuat, aku malu karena hanya datang di saat aku sedang mengalami masalah. Tapi bukan kepada Engkau, kemana lagi aku akan mengadu. Maka, kumohon ampuni aku Tuhan, peluklah aku dengan kehangatan-Mu, jadikan aku manusia yang sabar dan ikhlas atas segala ketentuan. Kuatkan hatiku karena hanya kepada-Mu lah tempat yang sempurna di mana aku dapat berharap.

Kami siap membangun dunia literasi bercita rasa Kristiani dalam semangat Aggiornamento di tengah generasi milenial

0 komentar:

Posting Komentar

Kirim Tulisan

What's App:

+62817-0318-8444 (Kalam)

Alamat:

Jl. Sigura-gura Barat, No. 2 Karang Besuki (Seminari Tinggi Interdiosesan Giovanni XXIII),
Malang, Jawa Timur

Email :

narasigiovanni@gmail.com

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog